Ust. Harry Santosa
Pernahkah kita mempertanyakan mengapa anak2 kita harus
menjalani PG atau TK selama 3 tahun?
Mengapa anak2 kita harus menjalani SD selama 6 tahun?
Lalu mengapa anak2 kita menjalani SMP selama 3 tahun, lalu menjalani SMA selama
3 tahun?
Adakah landasan ilmiah dan risetnya? Adakah landasan
syariahnya? Pernahkah menggalinya?
Mengapa kita pasrah bongkokan menerimanya? Mengapa?
Memang ada percepatan atau akselerasi sehingga bisa lebih
cepat, tapi pertanyaannya tetap belum terjawab.
Mengapa ada penjenjangan demikian? Lalu mengapa kita tidak
mempertanyakan?
Seorang psikolog Muslim, Malik Badri, tahun 1985 pernah ke
Indonesia, beliau penulis buku "dilemma psikolog muslim", mengatakan
bahwa penjenjangan itu tidak pernah bisa dibenarkan secara ilmiah. Ini hanya
pengamatan psikolog barat terhadap masyarakat mereka yang kemudian masuk dalam
sistem persekolahan hampir di seluruh dunia.
Lalu apa makna penjenjangan ini? Lalu mengapa kita menelan
mentah mentah begitu saja, menerima sebagai sebuah keimanan?
Lupakah kita bahwa anak2 kita bagai benih tumbuhan yang
memerlukan tahapan perkembangan yang benar?
Lalu perhatikan setelah masa "siswa kecil" ada
masa menjadi "mahasiswa" (siswa besar) selama 4 atau 5 tahun. Apa
maknanya?
Para "pemuda kuliahan" tetap dianggap sebagai anak
anak walau bernama mahasiswa atau "siswa besar"?
Padahal menilik usianya, para "siswa besar" ini
sudah berusia di atas 17 tahun, sudah bukan lagi berada pada fase pendidikan,,
tetapi fase berkarya dan berperan.
Belajar memang sepanjang hayat, namun bagi para pemuda ini,
fase belajar untuk menjadi diri seharusnya sudah selesai, mereka seharusnya
berada pada fase belajar untuk melahirkan peran dan karya. Kenyataannya hampir
90% mahasiswa tidak mengenal dirinya dengan baik apalagi menjadi dewasa (aqil).
Padahal secara syariah mereka sudah jauh melampaui usia
aqilbaligh, dimana seluruh kewajiban syariah dan sosial sudah jatuh di pundak
mereka sejak berusia setidaknya pada usia 14 tahun ketika tibanya kedewasaan
biologis.
Lalu kembali pertanyaannya adalah apa makna dan maksud
penjenjangan TK, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi ini ?
Sesungguhnya penjenjangan ini semata mata bukan untuk
kepentingan tumbuh kembang anak anak kita secara utuh, namun untuk kepentingan
kapitalisme dan sosialisme yang merekayasa kelas kelas sosial tenaga kerja atau
buruh.
Penjenjangan ini mencerabut generasi dari akar masyarkatnya,
akar kearifan dan pengetahuannya, bahkan akar budaya dan agamanya. Umumnya anak
anak kita tidak punya idea memandirikan dirinya dan masyarakatnya atas potensi2
yang ada.
Generasi kita dan anak2 kita, telah disegregasi dalam kelas2
usia mirip peternakan hewan. Masyarakat kita terkotak kotak, terkungkung dalam
kotak yang tidak sesuai fitrah perkembangan manusia.
Pemuda tetap dianggap anak anak bahkan sampai selesai
kuliah. Anak anak dikelompokkan dalam kelas kelas usia yang tidak boleh
beranjak kecuali jika lulus naik kelas secara akademis.
Lalu dengan bangga kita menyebut sekolah sebagai tempat
sosialisasi, benarkah?
Padahal anak2 kita disekat sekat dalam ruang kelas dengan
anak2 seumurnya selama seharian, apakah itu sosialisasi? Siapa gegabah yang
menentukan demikian, untuk kepentingan siapa?
Selama berabad abad dunia hanya mengenal kelas anak anak dan
kelas pemuda. Kelas remaja (adolescene) tidak pernah dikenal sampai abad ke 19.
Ini kelas yang membocahkan para pemuda selama mungkin, sampai mendekati usia
25an bahkan akan terus lebih.
Sesungguhnya sepanjang sejarah kelompok yang ada hanya
kelompok tahap dididik dan tahap berkarya. Kelompok tahap anak anak dan
kelompok tahap pemuda aqilbaligh. Tahap pedagogis dan andragogis.
Walau demikian, dalam keseharian sebuah komunitas atau
jamaah atau desa2 yg masih murni, tetap saja sosialisasi seperti gotong-royong
terjadi antar semua usia, tidak dibedakan tua dan muda.
Mari kita kritis atas tahap perkembangan ini yang merupakan
fitrah manusia. Jangan biarkan anak anak kita direkayasa sebuah sistem yang
menternakkan generasi.
Mari kita bangun generasi baru, generasi peradaban yang
tahapan tahapan perkembangannya sesuai dengan fitrah dan sunnatullahnya.
Tidak tumbuhnya fitrah keimanan, fitrah bakat, fitrah
belajar secara utuh pada tahap yang benar akan menyimpangkan peran peradaban
anak anak kita. Sesungguhnya Insan Kamil adalah resultansi fitrah2 itu yang
tumbuh sempurna sesuai tahapan yang benar.
Salam Pendidikan Peradaban
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak
#pendidikanberbasispotensi
No comments:
Post a Comment