“30 TAHUN MENDATANG ANAK KITA”
✔Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
Jangan
remehkan dakwah kepada anak-anak! Jika telah terikat hatinya dengan Islam,
mereka akan mudah bersungguh-sungguh menetapi agama ini setelah dewasa. Jika
engkau gembleng mereka untuk siap menghadapi kesulitan, maka kelak mereka tak
mudah ambruk hanya karena langkah mereka terhalang oleh kendala-kendala yang
menghadang. Tetapi jika engkau salah membekali, mereka akan menjadi beban bagi
ummat ini di masa yang akan datang. Cemerlangnya otak sama sekali tidak memberi
keuntungan jika hati telah beku dan kesediaan untuk berpayah-payah telah
runtuh.
Maka, ketika engkau mengurusi anak-anak di sekolah, ingatlah sejenak. Tugas utamamu bukan sekedar mengajari mereka berhitung. Bukan! Engkau sedang berdakwah. Sedang mempersiapkan generasi yang akan mengurusi umat ini 30 tahun mendatang. Dan ini pekerjaan sangat serius. Pekerjaan yang memerlukan kesungguhan berusaha, niat yang lurus, tekad yang kuat serta kesediaan untuk belajar tanpa henti.
Karenanya, jangan pernah main-main dalam urusan ini. Apa pun yang engkau lakukan terhadap mereka di kelas, ingatlah akibatnya bagi dakwah ini 30 40 tahun yang akan datang. Jika mereka engkau ajari curang dalam mengerjakan soal saja, sesungguhnya urusannya bukan hanya soal bagaimana agar mereka lulus ujian. Bukan. Yang terjadi justru sebaliknya, masa depan umat sedang engkau pertaruhkan!!! Tidakkah engkau ingat bahwa induk segala dusta adalah ringannya lisan untuk berdusta dan tiadanya beban pada jiwa untuk melakukan kebohongan.
Maka, ketika mutu pendidikan anak-anak kita sangat menyedihkan, urusannya bukan sekedar masa depan sekolahmu. Bukan. Sekolah ambruk bukan berita paling menyedihkan, meskipun ini sama sekali tidak kita inginkan. Yang amat perlu kita khawatiri justru lemahnya generasi yang bertanggung-jawab menegakkan dien ini 30 tahun mendatang. Apa yang akan terjadi pada umat ini jika anak-anak kita tak memiliki kecakapan berpikir, kesungguhan berjuang dan ketulusan dalam beramal?
Maka...,
ketika engkau bersibuk dengan cara instant agar mereka tampak mengesankan,
sungguh urusannya bukan untuk tepuk tangan saat ini. Bukan pula demi
piala-piala yang tersusun rapi. Urusannya adalah tentang rapuhnya generasi
muslim yang harus mengurusi umat ini di zaman yang bukan zamanmu. Kitalah yang
bertanggung-jawab terhadap kuat atau lemahnya mereka di zaman yang boleh jadi
kita semua sudah tiada.
Hari
ini, ketika di banyak tempat, kemampuan guru-guru kita sangat menyedihkan,
sungguh yang paling mengkhawatirkan adalah masa depan umat ini. Maka, keharusan
untuk belajar bagimu, wahai Para Guru, bukan semata urusan akreditasi. Apalagi
sekedar untuk lolos sertifikasi. Yang harus engkau ingat adalah: “Ini urusan
umat. Urusan dakwah.” Jika orang-orang yang sudah setengah baya atau bahkan telah
tua, sulit sekali menerima kebenaran, sesungguhnya ini bermula dari lemahnya
dakwah terhadap mereka ketika masih belia; ketika masih kanak-kanak. Mereka
mungkin cerdas, tapi adab dan iman tak terbangun. Maka, kecerdasan itu bukan
menjadi kebaikan, justru menjadi penyulit bagi mereka untuk menegakkan dien.
Wahai Para Guru, belajarlah dengan sungguh-sungguh bagaimana mendidik siswamu. Engkau belajar bukan untuk memenuhi standar dinas pendidikan. Engkau belajar dengan sangat serius sebagai ibadah agar memiliki kepatutan menjadi pendidik bagi anak-anak kaum muslimin. Takutlah engkau kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sungguh, jika engkau menerima amanah sebagai guru, sedangkan engkau tak memiliki kepatutan, maka engkau sedang membuat kerusakan.
Sungguh, jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, tunggulah saatnya (kehancuran) tiba.
Ingatlah
hadis Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallamsebagaimana diriwayatkan oleh Imam
Bukhari:
إِذَا ضُيِّعَتِ اْلأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ. قَالَ: كَيْفَ
إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا أُسْنِدَ اْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ
فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ.
“Jika
amanah telah disia-siakan, maka tunggulah hari Kiamat,” Dia (Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu)bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menyia-nyiakan
amanah itu?” Beliau menjawab, “Jika satu urusan diserahkan kepada bukan
ahlinya, maka tunggulah hari Kiamat!” (HR. Bukhari).
Maka, keharusan untuk belajar dengan sungguh-sungguh, terus-menerus dan serius bukanlah dalam rangka memenuhi persyaratan formal semata-mata. Jauh lebih penting dari itu adalah agar engkau memiliki kepatutan menurut dien ini sebagai seorang guru. Sungguh, kelak engkau akan ditanya atas amanah yang engkau emban saat ini.
Wahai Para Guru, singkirkanlah tepuk tangan yang bergemuruh. Hadapkan wajahmu pada tugas amat besar untuk menyiapkan generasi ini agar mampu memikul amanah yang Allah Ta'ala berikan kepada mereka. Sungguh, kelak engkau akan ditanya di Yaumil-Qiyamah atas urusanmu.
Jika kelak tiba masanya sekolah tempatmu mengajar dielu-elukan orang sehingga mereka datang berbondong-bondong membawa anaknya agar engkau semaikan iman di dada mereka, inilah saatnya engkau perbanyak istighfar. Bukan sibuk menebar kabar tentang betapa besar nama sekolahmu. Inilah saatnya engkau sucikan nama Allah Ta’ala seraya senantiasa berbenah menata niat dan menelisik kesalahan diri kalau-kalau ada yang menyimpang dari tuntunan-Nya. Semakin namamu ditinggikan, semakin perlu engkau perbanyak memohon ampunan Allah ‘Azza wa Jalla.
Wahai Para Guru, sesungguhnya jika sekolahmu terpuruk, yang paling perlu engkau tangisi bukanlah berkurangnya jumlah siswa yang mungkin akan terjadi. Ada yang lebih perlu engkau tangisi dengan kesedihan yang sangat mendalam. Tentang masa depan ummat ini; tentang kelangsungan dakwah ini, di masa ketika kita mungkin telah tua renta atau bahkan sudah terkubur dalam tanah.
Ajarilah anak didikmu untuk mengenali kebenaran sebelum mengajarkan kepada mereka berbagai pengetahuan. Asahlah kepekaan mereka terhadap kebenaran dan cepat mengenali kebatilan. Tumbuhkan pada diri mereka keyakinan bahwa Al-Qur’an pasti benar, tak ada keraguan di dalamnya. Tanamkan adab dalam diri mereka. Tumbuhkan pula dalam diri mereka keyakinan dan kecintaan terhadap As-Sunnah Ash-Shahihah. Bukan menyibukkan mereka dengan kebanggaan atas dunia yang ada dalam genggaman mereka.
Ini
juga berlaku bagi kita.
Ingatlah do’a yang kita panjatkan:
"اللهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا التِبَاعَةَ
وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ"
“Ya Allah, tunjukilah kami bahwa yang benar itu benar
dan berilah kami rezeki kemampuan untuk mengikutinya. Dan tunjukilah kami bahwa
yang batil itu batil, serta limpahilah kami rezeki untuk mampu menjauhinya.
Inilah
do’a yang sekaligus mengajarkan kepada kita agar tidak tertipu oleh persepsi
kita. Sesungguhnya kebenaran tidak berubah menjadi kebatilan hanya karena kita
mempersepsikan sebagai perkara yang keliru. Demikian pula kebatilan, tak
berubah hakekatnya menjadi kebaikan dan kebenaran karena kita memilih untuk
melihat segi positifnya. Maka, kepada Allah Ta’ala kita senantiasa memohon
perlindungan dari tertipu oleh persepsi sendiri
Pelajarilah
dengan sungguh-sungguh apa yang benar; apa yang haq, lebih dulu dan lebih
sungguh-sungguh daripada tentang apa yang efektif. Dahulukanlah mempelajari apa
yang tepat daripada apa yang memikat. Prioritaskan mempelajari apa yang benar
daripada apa yang penuh gebyar. Utamakan mempelajari hal yang
benar dalam mendidik daripada sekedar yang membuat sekolahmu tampak besar
bertabur gelar. Sungguh, jika engkau mendahulukan apa yang engkau anggap mudah
menjadikan anak hebat sebelum memahami betul apa yang benar, sangat mudah
bagimu tergelincir tanpa engkau menyadari. Anak tampaknya berbinar-binar sangat
mengikuti pelajaran, tetapi mereka hanya tertarik kepada caramu mengajar, tapi
mereka tak tertarik belajar, tak tertarik pula menetapi kebenaran.
***
Jangan
sepelekan dakwah terhadap anak! Kesalahan mendidik terhadap anak kecil, tak
mudah kelihatan. Tetapi kita akan menuai akibatnya ketika mereka dewasa. Betapa
banyak yang keliru menilai. Masa kanak-kanak kita biarkan direnggut TV dan
tontonan karena menganggap mendidik anak yang lebih besar dan lebih-lebih orang
dewasa, jauh lebih sulit dibanding mendidik anak kecil. Padahal sulitnya
melunakkan hati orang dewasa justru bersebab terabaikannya dakwah kepada mereka
di saat belia.
Wallahu
a’lam bish-shawab. Kepada Allah Ta’ala kita memohon pertolongan. Maafkan.
saya...
No comments:
Post a Comment