Ust. Harry Santosa
#potensifitrahkeimanan
Sesungguhnya sebelum kita dilahirkan ke muka bumi, setiap
kita pernah bertemu Allah dan bersaksi bahwa Allah benar adanya sebagai
Robb kita. "Alastu biRobbikum? Qoluu Balaa Syahidnaa", begitu bunyi
ayatnya di dalam alQuran.
Walau kita lupa peristiwa persaksian itu namun, itu semua
itu terekam kuat bahkan terinstal di dalam fitrah keimanan setiap bayi yang
lahir.
Karenanya tidak ada satu kaum atau suku pun di muka bumi
yang tidak memiliki Tuhan dan tempat beribadah. Karena secara fitrah
sesungguhnya setiap manusia menyadari eksistensi Zat Yang Maha Hebat,
Zat Yang menciptakan, mengatur, memberi rizqi dan menguasai segalanya.
Manusia menyadari bahwa bersandar pada Zat Yang Maha Segalanya adalah
keniscayaan.
Itulah yang menjelaskan mengapa setiap bayi yang lahir
"menangis", karena pada galibnya, setiap bayi merindukan Zat Yang
Mampu Memeliharanya, Zat Yang Memberi Rizki kepadanya, Zat yang Maha Hebat
tempat menyandarkan semua kebutuhan dan masalahnya, yaitu Robb Semesta Alam.
Inilah Potensi Fitrah Keimanan, meliputi fitrah kesucian,
fitrah kebenaran, fitrah kecintaan, fitrah kehormatan diri, fitrah malu
terhadap dosa dstnya. Inilah fitrah terpenting dan terutama dibanding fitrah
lainnya.
Fitrah keimanan inilah yang melingkupi semua fitrah lainnya
seperti fitrah bakat, fitrah belajar, fitrah kepemimpinan, fitrah perkembangan
sehingga disempurnakan menjadi mulia. Fitrah keimanan yang menyempurnakan
fitrah lainnya sehingga menjadi mulia inilah yang kita kenal dengan akhlaqul
karimah.
Bagaimana menjaga dan memelihara serta membangkitkan dan
menumbuhkan fitrah keimanan ini?
Ayah Bunda, para pendidik peradaban, para penumbuh fitrah,
ketahuilah bahwa sosok Robb bagi seorang bayi, adalah kedua orangtuanya.
Bagaimana Ayah Bundanya bersikap maka begitulah anak balita
kita membangun imaji baik atau buruk tentang Robbnya, kemudian dengan imaji itu
mereka mempersepsi Robb nya dan mengkonstruksi pensikapannya terhadap
kehidupannya kelak.
Allah swt sebagai Robb, meliputi Kholiqon (Allah sebagai
Pencipta dan Pemelihara), Roziqon (Allah sebagai Pemberi Rizqi) dan Malikan
(Allah sebagai Pemilik). Begitulah bayi kita memandang kita, orangtuanya
sebagai penciptanya, pemeliharanya, pemberi rizkinya, pemasok kebutuhannya dan
pemilik serta pelindungnya.
Rasulullah SAW, pernah dengan keras menegur seoramg ibu yang
menarik bayinya dengan keras karena pipis di pangkuan Rasulullah SAW.
"Wahai bunda, pipis ini kan bisa di bersihkan, namun perbuatan bunda
menarik bayi dengan kasar dan keras akan diingatnya sepanjang hayatnya".
Imaji yang buruk anak kita tentang perbuatan orangtuanya,
akan menyebabkan luka persepsi. Dan setiap luka persepsi akan melahirkan
pensikapan yang buruk terhadap kehidupan anak kita kelak ketika mereka dewasa.
Ada seorang psikolog yang mengatakan bahwa satu hari yang
membahagiakan seorang anak ketika mereka kecil, akan menyelamatkan satu hari
ketika mereka dewasa. Beberapa hari yang membahagiakan seorang anak di masa
kecil, akan menyelamatkan beberapa hari ketika mereka dewasa.
Seluruh hari yang membahagiakan seorang anak sepanjang masa
anak anaknya akan menyelamatkan seluruh hidupnya ketika dewasa kelak.
Inilah pentingnya membangun imaji positif anak2 terhadap
orangtuanya, terhadap alamnya, terhadap masyarakatnya, terhadap agamanya sejak
usia dini. Rasulullah SAW membiarkan cucunya bermain kuda kudaan ketika beliau
sedang sujud dalam sholatnya, hingga kedua cucunya puas. Ini semata mata untuk
mengkonstruksi imaji positifnya tentang ibadah.
Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW membolehkan Aisyah kecil
memainkan boneka, memiliki tirai bergambar dstnya. Ini semata-mata agar anak
anak memiliki imaji psoitif tentang kehidupannya.
Lihatlah bagaimana Rasulullah SAW meminta imam sholat
memendekkan bacaannya apabila terdapat anak-anak di dalam shaf makmumnya. Ini
semata-mata agar anak memiliki imaji positif tentang sholat dan Tuhannya.
Hati-hati dengan wajah kita, jangan pernah menunjukkan wajah
suram di hadapan anak anak kita ketika memandang wajah anak-anak kita, belailah
kepalanya dan bersholawatlah.
Juga jangan pernah berwajah tidak bahagia ketika adzan
berkumandang, jangan pernah perlihatkan wajah suram ketika memberi shodaqoh
kepada fakir miskin dsbnya. Itu semua akan mematikan fitrah keimanan anak anak
kita.
Imaji positif ini juga bisa dibangkitkan dengan belajar di
alam, belajar bersama alam. Ajak anak2 balita kita ke alam, bangkitkan
imajinasi positifnya tentang semesta, katakan bahwa burung-burung juga sholat
dengan merentangkan sayapnya, bulan, planet dan bintang-bintang di langit juga
sholat dengan berjalan pada garis edarnya. Bagaimana patuhnya alam pada Sang
Pencipta.
Imaji positif ini juga bisa dibangkitkan dengan kisah kisah
inspirasi dan kepahlawanan, utamakan kisah alQuran sebelum kisah lainnya.
Hindari memulai dengan kisah2 yang berisi banyak peringatan tentang perbuatan
yang buruk, mulailah dengan kisah kisah yang membahagiakannya dan memicu
kegairahan tentang perbuatan yang baik.
Inilah pentingnya Bahasa Ibu yang utuh pada usia dini, agar
anak anak mampu mengekspresikan gagasannya, perasaannya dengan utuh, sebagai
represntasi imaji imaji positifnya.
Nah, bila anak2 kita telah memiliki imaji imaji yang baik
dan positif tentang Allah, tentang Sholat, tentang alQuran, tentang Alam
Semesta dsbnya sejak usia 0-6 tahun, maka ketika Sholat diperintahkan pada usia
7 tahun, akan seperti pucuk dicinta ulam tiba. Tidak ada perlawanan apapun
kecuali kebahagiaan menyambutnya. Hal yang sama berlaku untuk syariah lainnya.
Jadi mulailah dengan membangkitkan kesadaran fitrah
keimanannya sejak dini bukan dimulai dengan memaksakan pelaksanaan syariahnya.
Begitulah tarbiyah yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Usia 10 tahun adalah batas akhir untuk mengenal Allah secara
utuh lewat pembuktian Sholat yang konsisten. Karenanya anak yang sudah berusia
10 tahun boleh dipukul bila masih belum konsisten sholatnya. Hal ini sebaiknya
tidak terjadi karena ada masa yang panjang selama 10 tahun untuk menyadarkan
dan membangkitkan fitrah keimanannya.Rasulullah SAW tidak pernah memukul anak
sepanjang hidupnya.
Maka ada hal terpenting bagi kita semua para orangtua untuk
mendidik keimanan anak-anak kita yaitu mulailah dengan membersihkan jiwa kita
dan mengembalikan fitrah2 baik dalam diri kita, sehingga fitrah kita akan
bertemu dengan Fitrah Keimanan anak anak kita, yang sesungguhnya telah siap
untuk disemai, dibangkitkan dengan inspirasi, imaji dan keteladanan.
Mari kita perbaiki jiwa dan keimanan kita sebelum
membangkitkan fitrah keimanan anak anak kita. Menjadi orangtua sejati dengan
jiwa dan hati yang bersih adalah keberkahan dan bekal menumbuhkan fitrah
keimanan anak anak kita.
Tanpa tumbuhnya Fitrah Keimanan anak kita maka fitrah
lainnya akan menjadi tidak mulia.
Salam Pendidikan Peradaban
#pendidikanberbasispotensi
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak
No comments:
Post a Comment