Meski banyak artikel yang menyebutkan perjalanan udara untuk
ibu hamil sebaiknya dilakukan pada trimester dua, kondisi tubuhku ternyata
menyebutkan lain. Perjalanan dengan pesawat sudah kurasakan baik pada trimester
1, 2 maupun 3.
Meskipun mengalami morning
sickness seperti yang dirasakan mayoritas ibu hamil, tapi calon anakku
ternyata sangat memahami ibunya. Aku hanya mengalami mual dan sesekali muntah
dan itu tidak berlangsung lama, kurang lebih 2 bulan dan aku masih bisa makan
apapun yang aku suka.
Perjalanan dengan pesawat ketika hamil pertama kali
kurasakan ketika usia kehamilan menginjak 8 minggu. Kondisi LDM (Long Distance Marriage) membuatku
bolak-balik Batam-Jogjakarta jika ada hari libur agak panjang. Pasti
orang-orang akan bertanya, kenapa tidak suaminya saja yang ke Batam? Sebenarnya
beliau menawarkan diri, Saudara-saudara. Tetapi aku yang menolak. Kos-kosanku
khusus putri, mau tinggal dimana suamiku nanti. Dan kalau aku yang pulang ke
Jogja, kami bisa mengunjungi orang tua dan saudara-saudara yang berada di Pulau
Jawa.
Meskipun masih dalam usia rawan, aku percaya anak dalam
kandunganku kuat. Prosedur yang sebenarnya kita harus melaporkan kehamilan di counter check in tidak kulakukan. Aku
membayangkan ribetnya prosedur itu, apalagi aku sukanya datang mepet waktu
boarding karena sudah melakukan web check
in. Jadi gak usah bawa barang untuk bagasi, cukup bagasi kabin saja. Begitu
masuk bandara bisa langsung bayar airport
tax langsung deh meluncur ke ruang tunggu. Tapi yang tidak melaporkan diri
kalau lagi hamil jangan ditiru ya pembaca sekalian.
Dan memang benar, perjalanan untuk ibu hamil di trimester
kedua memang paling menyenangkan. Perutku belum terlalu gendut, jadi masih bisa
disamarkan memakai jaket dan tubuh sudah beradaptasi akan adanya janin dalam
Rahim kita. Dan lagi-lagi aku termasuk penumpang bandel yang tidak melaporkan
diri ke counter check in. Dua kali
aku melakukan perjalanan dengan pesawat di trimester kedua yaitu pada usia
kehamilan 23 dan 26 minggu. Lagi-lagi jangan ditiru ya!
Naik pesawat di trimester ketiga juga menyenangkan. Hanya
saja karena beban di perut sudah bertambah, pastikan barang yang kita bawa
tidak terlalu berat ya. Kalau yang satu ini aku sudah tidak bisa menyembunyikan
perutku yang berisi janin berusia 32 minggu. Melapor ke counter check in dengan membawa surat keterangan dokter bahwa janin
dan ibunya sehat, serta umur janin masih dalam cakupan yang diperbolehkan untuk
terbang, aku harus mengisi formulir yang berisi surat pembebasan tanggung jawab
dan pergi ke klinik bandara untuk mendapatkan surat informasi medis bahwa pada
saat itu aku memang layak terbang. Terbang dalam kondisi hamil mendapatkan
banyak keistimewaan lho. Aku tak perlu antri untuk boarding karena bisa melewati pintu boarding kelas bisnis (hanya pintu
nya, bukan tempat duduknya) meski memiliki tiket kelas ekonomi.
Berikut tips yang saya lakukan sebelum dan ketika naik
pesawat dalam kondisi hamil
1.
Pastikan kondisi tubuh sedang fit, jangan telalu
banyak berwaktivitas sebelum terbang. Dan berkonsultasi dulu dengan dokter
kandungan Anda, bahwa Anda dan calon bayi memang sedang sehat
2.
Pastikan barang bawaan tidak terlalu berat,
mengingat kekuatan ibu hamil berbeda dengan kekuatan sebelum hamil. Apalagi
jika melakukan pernerbangan sendirian.
3.
Bawa bekal cemilan selama perjalanan, kalau saya
yang penting bawa susu UHT, karena kalau kondisi badan mau ngedrop susu sangat
membantu memulihkan tubuh.
4.
Memilih tempat duduk yang nyaman. Banyak yang
menyarankan tempat duduk di sisi lorong. Kalau saya memilih tempat duduk sisi
jendela, agar ada sandaran di sebelah kiri atau kanan ketika tidur di pesawat.
5.
Buang air kecil sebelum boarding. Soalnya saya males beranjak kalau hanya penerbangan 2
jam, lebih baik waktunya saya gunakan untuk tidur daripada bolak-balik ke toilet
pesawat.
6.
Yakinkan si kecil bahwa dia sanggup menghadapi
perjalanan ini. Saya berkali-kali mengajak ngobrol si kecil, bahwa kita mau
terbang untuk bertemu calon ayahnya.
7.
Disambut atau diantar orang tercinta di bandara.
Ketika melihat suami di ruang tunggu kedatangan atau diantar sampai pintu
keberangkatan, hati udah lega. Rasanya perjalanan yang melelahkan tak ada
apa-apanya ketika melihatnya tersenyum menyambut kedatangan atau mengantar
kepergian kita.
_Jakarta, 25 November 2014
No comments:
Post a Comment