Thursday, November 13, 2014

Cerita Caesar-ku

Tanggal 12 September begitu aku dan suamiku nantikan. Pada tanggal itu bidan memperkirakan putri mungil kami bisa menatap dunia. Seminggu sebelumnya, kami pun telah melakukan pemeriksaan untuk memastikan kondisi putri kami baik-baik saja di dalam sana. Berdebar rasanya sore itu ketika mengunjungi bidan dan aku tak merasakan tanda kelahiran sama sekali. Pemeriksaan pun berlangsung, dan hasilnya adalah tak ada tanda pembukaan sama sekali meski sudah sering kurasakan kontraksi palsu. Bidan akhirnya memberiku obat pelunak mulut rahim dan aku diminta kembali seminggu sesudahnya.

Semingggu pun berlalu tanpa perkembangan. Aku periksa ke dokter dan hasilnya dokter menganjurkan induksi walau putri kecilku kondisinya baik-baik saja. Dokter khawatir jika putriku tidak segera dilahirkan, kondisi ketuban dan plasentanya menurun. Aku masih belum bisa memutuskan apa-apa. Akhirnya setelah berdiskusi dengan keluarga, kami pun meminta pendapat bidan langgananku. Aku diminta menunggu 2 hari dulu, untuk menunggu siapa tahu dedek kecil sudah menemukan jalannya untuk keluar.



Dua hari terasa panjang kulalui, sampai akhirnya jadwal ke bidan yang biasanya sore hari kumajukan menjadi pagi. Setelah bidan melakukan pemeriksaan, hasilnya pun nihil. Aku belum mengalami tanda pembukaan sama sekali, dan akhirnya dirujuk ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, aku pun diberi 2 pilihan, mau diinduksi dengan risiko sakit luar biasa dan jika kondisi bayi atau ibu tidak stabil, proses induksi akan dihentikan lalu dicaesar atau langsung caesar tanpa induksi. Meski sangat berharap melahirkan normal, setelah berdiskusi dengan suami dan orang tua, akhirnya diputuskanlah aku melahirkan secara caesar. Mereka tidak tega melihatku kesakitan dipacu hormon-hormon yang tidak cukup diproduksi tubuhku sendiri.

Ternyata proses operasi caesarku alhamdulillah berjalan lancar. Pukul 12.30 aku sampai di rumah sakit, pukul 13 masuk ruang bersalin untuk persiapan operasi dengan bius lokal, pukul 14.00 anakku telah dapat melihat dunia. Yang kulakukan saat berada di atas meja bedah hanyalah pasrah, sambil berdoa, dengan membayangkan rupa putri cantik yang akan lahir dari rahimku. Pukul 14.30 proses operasi pun selesai dan aku dipindah ke ruang pemulihan.

Setelah dibersihkan, aku pun berkesempatan melihat putri mungilku meski hanya sebentar. Ingin sekali rasanya memeluk gadis kecil itu, tapi sayang kondisiku tidak stabil begitu keluar ruang operasi. Di ruang pemulihan, jantungku terus berdebar dengan kencang. Dokter terus memonitor kondisiku. Sejam kemudian, aku bisa dipindah ke ruang perawatan. Detak jantungku juga sudah mulai normal.

Tiga jam kemudian efek bius mulai menghilang, dan aku mulai merasakan panas dan nyeri di perut bagian bawah. Pegal-pegal kurasakan di seluruh tubuh sampai aku tak bisa tidur hingga keesokan harinya. Di saat-saat seperti itulah aku merasakan kasih sayang yang luar biasa dari keluarga, terutama suamiku yang dengan rela menemani aku tidak tidur dan dengan sabar melayani apapun permintaanku.

Keesokan harinya, mungkin karena kelelahan bercampur dengan rasa tidak tega ditambah pijatan penuh kasih sayang dari suami, aku bisa tertidur selama setengah jam. Saat aku tertidur itulah, akhirnya suamiku bisa tidur juga. Ketika aku bangun dan melihatnya tertidur di kursi itulah aku tersadar akan kasih sayangnya yang luar biasa kepadaku. Terima kasih, sayang. Terima kasih mau memilihku mendampingimu di dunia, dan aku berharap bisa terus mendampingimu di surga, aamiin.

No comments:

Post a Comment