Wednesday, November 24, 2010

handphone


Alkisah cerita ini terjadi di dalam bis Ros*n yang meluncur dari kantor pusat ke Lebak Bulus pada hari Sabtu, 20 November 2010. Bus yang melaju cukup nyaman dan cepat berangkat dari kantor pusat tepat pukul 16.00. Karena merasa tubuh memang kurang fit, akhirnya begitu bus meluncur ke jalan, kuputuskan untuk memejamkan mata. Ya, aku tidur sepanjang perjalanan. Paling-paling hanya bangun beberapa kali, itu pun hanya beberapa menit dan setelah itu kembali tidur. Aku benar-benar tak sadar, tahu-tahu sudah sampai di tempat pemberhentian yang pertama, padahal biasanya pemandangan kebun kopi dan lampu malam di Semarang tak pernah kulewatkan. Sayang sekali, tapi apa boleh buat, raga ini sudah terlalu lelah untuk terjaga. Sampai tempat peristirahatan, aku langsung turun untuk menunaikan kewajiban. Ya, sholat membuatku lebih tenang dan badanku lebih rileks. Duduk semalaman memang sukses membuat punggungku kaku. Alhamdulillah dengan sholat bisa kugerakkan sedikit sendi-sendiku. Apalagi udara di luar juga lebih hangat. Namun, begitu bus mau berangkat lagi, semua penumpang masuk. Begitu bus menjerumuskan diri ke jalanan lagi, kulanjutkan pergi ke alam mimpi. Ya, hari itu aku memang luar biasa membuat tubuhku begitu lelah.
Tiba-tiba aku dibangunkan orang yang duduk di sampingku. Ternyata orang di depanku baru saja menemukan sebuah handphone yang jatuh tepat di sampingku. Mereka mengira handphone itu milikku karena lokasi penemuan yang hanya beberapa cm dari tempatku duduk. Tidak, handphoneku masih bersarang manis di saku jaket. Kami menanyakan ke orang di sekeliling kami dan semuanya menggeleng.  Akhirnya kami memutuskan orang di depanku tadi agar tetap membawa handphone itu sampai peristirahatan selanjutnya, karena saat itu memang sudah tengah malam dan banyak yang sudah tidur.
Sampai peristirahatan selanjutnya, banyak orang yang turun sekadar melemaskan tubuh, mencari mie hangat atau ingin mencari udara segar di luar. Aku malas keluar. Udara pukul 02.00 dinihari tentu tak jauh berbeda dinginnya dengan udara dalam bus, pikirku. Ternyata suasana di belakang kursiku cukup menarik perhatianku. Ada seorang ibu yang tengah marah kepada anaknya karena baru saja menghilangkan handphone. Begitu mendengarnya, aku menjelaskan bahwa tadi ada yang menemukan handphone dan sudah kami konfirmasi, tapi tak ada yang merasa memiliki. Kujelaskan pula handphone itu sekarang dibawa orang yang duduk di depanku. Ibu itu tak peduli dan terus-terusan memarahi anaknya. Sampai ketika suaminya datang, ibu itu langsung mengadu. Kujelaskan pula kepada suami ibu itu perihal penemuan handphone tadi. Ternyata wajahku bukan wajah orang yang dapat dipercaya menurut keluarga itu. Bapak itu memang lebih tenang menghadapi masalah ini disbanding istrinya. Dia berusaha mencari handphonenya di kolong-kolong kursi. Karena orang yang kusebut membawa handphone sedang keluar, dia berusaha menghubungi nomor handphone itu. Pada saat itu, datanglah seorang pemuda yang mengatakan hal yang sama sepertiku. Kata-kata dua orang tak cukup meyakinkan bapak itu. Sampai akhirnya orang yang membawa handphone itu naik ke bus. Bapak itu langsung menanyainya. Orang itu akhirnya menyerahkan handphone itu setelah bertanya beberapa hal tentang handphone itu kepada si Bapak. Si bapak akhirnya mendapatkan handphonenya kembali dan langsung saja ngeloyor ke tempat duduknya.
Banyak pelajaran yang bisa kuambil dari kejadian itu. Ternyata kepercayaan terhadap orang lain di negeri ini sedemikian tipisnya. Orang tak lagi bisa mempercayai kata-kata orang lain, padahal hal itu benar dan tidak Cuma satu orang yang mengatakan hal itu. Kejujuran masih dijunjung tinggi, paling tidak kulihat dari orang-orang yang duduk di sekitarku di bus itu. Dalam keadaan semuanya tertidur, bisa saja orang yang menemukan handphone itu langsung menyembunyikan handphone tersebut, toh tak ada orang lain yang tahu, tapi dia tidak melakukannya. Orang-orang di sekitarku yang kami tanyai apakah pemilik handphone tersebut juga merupakan orang-orang yang jujur. Bisa saja mereka mngeku pemilik handphone tersebut karena toh orang lain juga tak tahu kita pemiliknya atau bukan. Dan yang terakhir, bahwa mengucapkan terima kasih belum menjadi budaya di negara kita. Padahal, mengucap terima kasih kepada orang yang membantu kita bukan hal yang sulit. Hal tersebut bahkan bisa membuat orang yang telah membantu kita tersenyum.
_Jurangmangu, 24 November 2010, 02;33

No comments:

Post a Comment