Tuesday, March 8, 2011

hikmah perjalanan_Bandung

Hari ini 040311 tujuan kami adalah Bandung. Kisah ini masih menceritakan 3 anak manusia yang bernama Erna, Inten, dan Hani. Bisa dibilang mewakili kos Aliefha, bisa mewakili keluarga Happy Tree Family, bisa juga dibilang mewakili 2 bidang Himas, Pora dan SPK. Aih2, banyak amat ya yang diwakili. Ya, begitulah kami. Walaupun pada kenyataannya akan ada 2 personil tambahan dalam petualangan kali ini. Siapa dia? Kita kembali setelah pesan-pesan berikut. Lho!

Masih menaiki kendaraan yang sama seperti ke Tangkuban Perahu, elf. Kami berangkat lebih pagi daripada kemarin. Biar lama di Bandungnya, hehehehe. . . Setelah sarapan cakue dan masakan lezat Mamanya Inten, kami menuju terminal yang sama, Terminal Subang. Kami beruntung, dengan adanya kami bertiga, elf tinggal menunggu satu penumpang lagi. Tak berapa lama kemudian, seorang openumpang dating dan memenuhi elf yang akan kami tumpangi, berangkaaaaaaaaaaattttttttt. Masih melewati rute yang sama, masih dengan pemandangan yang sama, kali ini melewati juga beberapa papan yang bertuliskan kebun stroberi di Lembang. Ahhhhhhh, pengeeeeeeeeeennnnn. Ya sudah, ntar cari aja di Tawangmangu yang deket rumah.

Perjalanan memakan waktu sekitar 2 jam lah. Tujuan pertama kami: Stasiun Hall. Kenapa stasiun? Karena rencananya hari itu juga aku pulang ke Solo naik kereta api tut tut tut. Dan ternyataaaaaaaaaaa, Lodaya Malam sudah habis. Kereta bisnis tujuan Surabaya pun juga habis. Yang ada apa? Mutiara Selatan. Berapa bayarnya? 190ribu. Noooooooooo. Akhirnya aku memutuskan lebih baik pulang naik bus saja lah.

Kecewa yang menyelimuti karena gagal mendapat tiket kereta tak menghalangi niat kami berkeliling Bandung. Ya, dari stasiun Hall, kami menuju Pasar Baru. Mau tau gimana sich perbedaan pusat grosir di tiap-tiap kota. Ternyata pusat grosir memang memiliki ciri khasnya sendiri. Tanah Abang di Jakarta, Pasar Baru di Bandung, Beringharjo di Jogja, sampai PGS-BTC-Klewer di Solo memiliki daya tarik masing-masing lah. Di Pasar Baru, kami mendapat tambahan personil untuk jalan-jalan. Sebut saja namanya Fini, teman Inten yang pernah merasakan suasana yang begitu menarik di Aliefha.

Di Pasar Baru, kami mengandalkan Inten dan Fini untuk menawar barang yang ingin kami beli. Maklum, mereka kan bias bahasa Sunda, sedangkan saya, Sunda pasif saja masih belepotan. Sebut saja Cuma mengerti dikit-dikit lah, kan Bahasa Sunda mirip-mirip ma Bahasa Jawa.
Perjuangan paling berat ketika di pasar Baru adalah mendapatkan sepatu yang diincar Hani. Maklum, orang satu ini memang memiliki ukuran sepatu yang super dan seleranya juga super. Mengincar merk C*****se yang tak biasa, namun terkendala harga. Yah, awalnya dia menawar 60ribu untuk sepasang sepatu yang bertarif 125ribu kata si penjual. Tapi si penjual menurunkan harganya menjadi 80ribu. Ya sudahlah, keliling cari yang lain aja dulu, siapa tau dapet yang lebih murah. Rupanya setelah berkeliling mulai lantai dasar sampai lantai teratas, tidak ada penjual yang menjual sepatu yang sama. Tunggu, di lantai teratas ada foodcourt lho. Kami makan siang di sana. Tapi saya sarankan buat yang pengen ke Pasar Baru dan tak ingin diganggu kenyamannya waktu makan, foodcourt lantai teratas bukanlah pilihan terbaik. Baru saja melangkah beberapa meter dari escalator, Anda kan segera dirubungi sales makanan. Mana mereka maksa lagi. Huh, sebenernya illfeel banget pas itu. Tapi apa boleh buat, perut sudah meronta. Harga yang ditawarkan juga lumayan mahal untuk ukuran mahasiswa. Apalagi porsinya dikit. Hmmmmmmmm, ya sudahlah, disyukuri saja masih bisa makan siang.

Selanjutnya, usai makan siang, Hani kembali mendatangi penjual sepatu yang diincarnya. Wow, kali ini tarifnya lebih mahal. 100ribu. Padahal tadi udah sampai 80 ribu. Akhirnya kami mengunjungi pusat sepatu yang berada beberapa ratus meter dari Pasar Baru. Entah apa namanya yang jelas kawasan itu terdiri beberapa pertokoan yang menjual aneka sepatu, tapi ternyata oh ternyata, sepatu yang dimaksud tak ada. Akhirnya diputuskanlah kembali ke Pasar bru. Daaaannnnnnn ternyataaaaaaaaaaa, harganya naik lagi jadi 110ribu, dah gak boleh ditawar. Kiyaaaaaaaaaaa………. Hani akhirnya nyerah demi sepatu incarannya. Ya sudahlah, yang penting dapet.

Puas cari oleh2, dalam hal ini makanan juga lho ya, baju yang beli cuma Inten, aku dapet jaket buat adhekku tersayang, dan Hani dapet sepatu incerannya, kami berpisah dengan Fini. Hiks2, ya sudah, mg lain kali bias jalan bareng lagi.
Tujuan selanjutnya adalah ITB. Karena hari juga udah masuk waktu Ashar, kami sholat di masjid Salman. Usai sholat, kami bertemu tambahan personil lainnya. Jeng jeng jeng, Ryan lah orangnya. Awalnya kami ngobrol2 gak jelas seperti biasa.

Laluuuuuuuuu, aku bilang mau pulang Solo hari ini, kira-kira agen bus dimana aja ya. Sebenernya manggil Ryan sich buat menemani dan mencarikan bus, aduh, maaf ya Ryan, dipanggil buat direpotin. Dan memang benar saja, Ryan lah yang repot nyariin agen bus. Bandung E****ss full, nyari satu lagi, lupa namanya juga full. Tanya mbah Google, ternyata ada agen bus deket ITB, oke, ditelfon, masih ada 3 kursi. Oke lah, akhirnya hari itu juga aku pulang. Mendekati pukul 5 sore, Inten dan Hani pamit duluan ke Subang, takutnya udah gak ada angkot lagi kalo kemaleman. Oke, paling gak aku gak sendiri di kota yang baru pertama kali aku datangi. Benar juga perkiraan dulu pas SMA ikut study tournya ke Bali, toh kalo ke Bandung bisa ntar sendiri, meski Bali juga ntar bisa sendiri sich.

Oke, menjelang maghrib, kami mendatangi agen bus itu. Benar saja, ternyata Cuma seratus dua ratus meter lah dari ITB. Menunggu sejenak. Ryan pun pulang. Tak berapa lama bus yang membawaku ke Solo datang. Hmmmmmm, lega rasanya.

No comments:

Post a Comment