Entah mengapa saya suka sekali aroma hujan ketika membasahi tanah yang gersang. Ada semacam feromon yang menarik indera penciuman ini menghirup aroma itu sedalam-dalamnya. Pun dengan sekarang. Hujan sedari sore tadi menyapa sang bumi menyebarkan ketenangan dan kesejukan jiwa. Nyanyiannya benar-benar lebih indah dari irama Mozart atau Bethoven sekalipun. Suasana sejuk dan segar yang dipancarkan begitu memukau hati yang membara. Ingin sekali rasanya berada di padang rumput, lalu turunlah gerimis kecil yang bersembunyi di balik awan tipis dan sedikit demi sedikit membasahi tubuh ini. Teringat kala masih kecil, bermain dengan hujan begitu menyenangkan walau setelah itu pasti omelan datang dari ayah dan ibu yang begitu mengkhawatirkan kesehatan putri kecilnya.
Hujan, begitu luar biasa karunia yang dibawanya, walau tak jarang orang mengumpat dan kesal ketika dia datang dengan lebatnya.
Hujan, kadang dinanti dengan penuh harapan, kadang dibenci dnegan penuh kesombongan.
Hujan, banyak makhluk yang menginginkan, banyak pula yang menafikkan. Di desa dan pegunungan begitu dirindukan, di kota sangat tak diharapkan. Padahal kehadirannya sangat berjasa. Meredam debu yang beterbangan, panas yang merajam hingga mendatangkan angin kesejukan. Meski dituding penyebab bencana, hujan selalu datang dengan senyum manisnya, mencoba bertahan pada keseimbangannya. Padahal, manusia lah yang pongah tak mau merawat bumi tempat berpijak yang menjadi sarana penghidupan. Betapa egoisnya makhluk yang bernama manusia. Inginnya mengambil tanpa memikirkan dampak hasil perbuatannya.
No comments:
Post a Comment