Friday, January 23, 2015

Test Pack Samar dan Jelas

Bagi Anda yang sedang menantikan buah cinta dan deg-degan karena haid sudah terlambat, biasanya  Anda akan mengambil test pack sebelum memeriksakan diri ke dokter. Meski belum tentu 100% akurat, garis 2 di test pack  pasti akan Anda nantikan. Namun adakalanya ketika menanti garis 2 itu, ada keraguan karena salah satu garis terlihat samar. Berikut perbandingan gambar hasil test pack negatif dan positif

Garis 1 pada test pack, hasil negatif.
Pengujian dilakukan 5 hari setelah haid terlambat.


Foto diambil dari pengalaman pribadi. Garis 1 belum tentu negatif karena bisa jadi Anda melakukan test pack ketika kehamilan masih sangat muda sehingga hormon HCG masih sedikit.

Satu garis terlihat jelas, satu garis terlihat samar. Hasil positif.
Pengujian dilakukan 10 hari setelah haid terlambat


Meski satu garis terlihat samar, test pack seperti ini berarti positif. Garis samar berarti komposisi HCG sudah agak banyak tapi belum cukup untuk bisa memerahkan garis test pack secara nyata.

Perbandingan 2 test pack yang sama-sama positif.
Gambar atas dilakukan pengujian 12 hari setelah haid terlambat.
Gambar bawah setelah 10 hari terlambat.

Wednesday, January 21, 2015

4 Bulan Bayiku

Tepat hari ini kamu berumur 4 bulan, Nak. Sebenarnya ibumu ini kadang masih tak percaya sudah memilikimu. Hari-hari terasa begitu menyenangkan bersamamu.

Begitu banyak perkembangan yang telah kau tunjukkan pada ibumu. Tengkurap, mengoceh, menyahut, menjerit, tertawa terbahak-bahak, menengadahkan kepala, fokus pada mainan. Ketika merenungkan begitu banyak hal yang kau pelajari dalam waktu begitu singkat, Nak.

Kau sudah bisa merengek kelaparan sambil bilang mimik. Kau sudah bisa mengagetkan eyangmu dengan memanggil "embah". Sering kau bisa menggetarkan bibirmu sambil bermain ludah. Tak jarang kau tertawa terbahak-bahak ketika dihibur. Nak, begitu bahagia ibu melihatnya.

Walau kadang agak malas-malasan, kau tiba-tiba tengkurap, sambil meminta tolong untuk ditelentangkan kembali ketika kau sudah kelelahan. Setelah itu minta duduk sambil bermain jari. Asik sekali kalau kau sedang bermain. Kau juga sudah bisa mengangkat tangan memberikan isyarat minta gendong.

Pintar sekali kau, Nak. Sudah bisa ikut nimbrung pembicaraan. Apalagi ketika ibu bercerita, tiba-tiba saja kau menyahut "hooh". Kata sederhana yang keluar dari mulut mungilmu tapi mampu membahagiakan hati ibu.

Monday, January 19, 2015

Renungan Pendidikan #11

Ust. Harry Santosa


#‎potensifitrahbelajar

Tiap bayi kita yg lahir adalah pembelajar tangguh sejati. Lihatlah tidak ada bayi yg memutuskan merangkak seumur hidupnya. Mereka menuntaskan belajar “jalan” nya dgn gigih sampai bisa berjalan bahkan berlari dan melompat. Tugas kita hanya memberi kesempatan, ruang yg aman dan semangat.

Tiap bayi kita yg lahir adalah penjelajah (discoverer) yg sangat serius dan kurius (curious). Lihatlah semua sudut di dalam rumah serta perabotan bahkan yg berbahayapun tdk luput dari targetnya. Mereka suka meraba, menyentuh, memegang apapun yg bisa dijangkaunya. Tugas kita hanya memberi kesempatan, ruang yg aman dan semangat.

Tiap bayi kita yg lahir sangat kreatif dan kaya imajinasi. Lihatlah bagaimana mereka mewarnai gambar langit dengan ungu, pohon2 dengan biru, rumput dengan jingga dstnya.

Mereka berimajinasi keranjang pakaian sbg perahu, gayung kamar mandi sbg kapal selam, sapu sebagai pedang dstnya. Tugas kita hanya memberi kesempatan, ruang yg aman dan semangat.
Banyak orang menduga kemampuan manusia yg utama dalam belajar adalah adaptasi, padahal semua binatang dan tumbuhan juga bisa beradaptasi. Ada yg menyangka kemampuan manusia yg utama adalah kompetisi padahal hewan dan jin pun berkompetisi.

Ketahuilah bahwa kemampuan manusia yg utama adalah mengelola, mengklasifikasi, menginovasikan serta mewariskan pengetahuannya sbg produk dari potensi fitrah belajarnya. Seribu ekor kera bisa dilatih memancing ikan, namun tdk satupun dari mereka yg mampu menciptakan kail dan mewariskannya pd anak2nya.

Sejak langit dan bumi diciptakan, lalu ditempatkan Adam di atasnya, maka yg pertama Allah berikan adalah mengajarkan Adam, nama-nama semua benda (taxonomy). Inillah potensi fitrah belajar yg Allah berikan sebagai bekal penting dari makhluk yg ditakdirkan menjadi khalifah di muka bumi.
Karena itu sesungguhnya setiap anak yang lahir telah memiliki Potensi Fitrah Belajar. Para orangtua dan pendidik tidak perlu panik menggegas kemampuan belajar anak2nya.

Anak2 hanya memerlukan sebuah ruang terbuka di alam dan hati orangtua yg terbuka bagi imajinasi kreatifnya, bagi curiousity-nya, bagi ketuntasan eksplorasi belajarnya, bagi penjelajahan dan petualangan belajarnya, bagi kesempatannya utk semakin menjadi dirinya.

Tidak perlu tempat dan gedung belajar yg khusus, semua sudut di muka bumi adalah taman belajar yang indah. Di pasar, di kebun, di stasiun kereta, di sungai, di museum, di terminal, di atas pohon, di tukang sayur keliling, di perahu, di hutan, di sawah, di bengkel dsbnya.

Alam dan budaya masyarakat Indonesia terlalu kaya untuk diabaikan dan dimubazirkan. Bangkitkan fitrah belajarnya yg sdh ada agar terjaga dan tumbuh subur melalui bumi Allah yg luas.
Tidak perlu waktu belajar yg khusus, semua waktu dan peristiwa yg berseliweran setiap saat adalah momen belajar yg banyak hikmahnya. Bangkitkan fitrah belajarnya atas kesadaran hikmah peristiwa yg ada.

Tidak perlu guru “khusus” yg formal, semua makhluk bisa menjadi guru, semua praktisi kehidupan adalah guru, semua peristiwa dalam kehidupan adalah guru dan penasehat, bahkan peristiwa musibah dan kematianpun bisa menjadi guru.

Jika ada anak yg hanya belajar ketika akan ujian, ketika disuruh, ketika ada tugas, ketika diancam, ketika panik krn tertekan, maka fitrah belajarnya telah terkubur dalam dalam.

Jika ada anak yg belajarnya krn ingin juara, ingin hadiah, ingin nilai, ingin dipuji, ingin mendapat ranking, ingin mendapat sertifikat, ijasah dan gelar maka fitrah belajarnya telah tersimpangkan.
Mari percaya diri untuk mendidik sendiri anak2 kita sendiri, agar kitalah yg memastikan potensi fitrah belajarnya terjaga, tumbuh sempurna, indah merekah. Karena kitalah yg diberi amanah
menjaga fitrah anak2 kita dan akan ditanya di akhirat kelak.

Salam Pendidikan Peradaban

‪#‎pendidikanberbasispotensi
‪#‎pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Renungan Pendidikan #12

Ust. Harry Santosa

#‎potensifitrahbakat

Setiap anak kita adalah “very unique”, setiap mereka adalah “very limited special edition”, begitu menurut seorang ustadz.

Sesungguhnya setiap seseorang diciptakan hanya sekali dan satu-satunya sepanjang zaman sejak zaman Nabi Adam as, tidak pernah ada edisi ke dua atau versi kedua manusia yg diciptakan demikian di muka bumi dan di akhirat kelak.

Lihatlah anak-anak kita, tidak seorangpun dari mereka memiliki ciri khas dan sifat bawaan yang sama. Ingatlah selalu bahwa Allah swt terlalu kaya untuk membuat manusia serupa dan sama.
Tidak satupun manusia yang sama persis di muka bumi, baik fisik maupun sifat bawaannya. Lima milyar manusia dengan lima milyar potensi bakat. Renungkanlah, apakah ini sebuah ketidaksengajaan? Apakah adanya variasi yang tak berhingga demikian adalah sebuah kebetulan?

Semua keunikan itu pasti ada maksudnya, ada tujuannya, ada misi penciptaannya, ada perannya, ada manfaatnya dalam peradaban manusia yang membutuhkan begitu banyak peran beragam.
Peran khalifah di muka bukanlah peran tunggal, namun kolektifitas peran spesifik yang beragam. Peran spesifik ini telah terinstal sejak lahir berupa fitrah.

Inilah yang disebut potensi fitrah bakat, di samping potensi fitrah lainnya. Potensi fitrah bakat adalah potensi keunikan berupa sifat bawaan yang telah Allah instal pada setiap anak sejak pertama kali diciptakan.

Potensi fitrah bakat atau potensi unik ini bahkan nampak sejak dalam kandungan, terlihat jelas semenjak balita dan akan semakin menguat dan konsisten saat usia 10 tahun.
Ada dua hal yang harus dikenali dengan jelas dan utuh saat usia 10 tahun, yaitu mengenal Allah dan mengenal diri. Usia 10 adalah batas akhir sholat yang sempurna (sebagai penanda tumbuhnya fitrah keimanan) dan aktifitas bakat yang mulai konsisten dan fokus untuk dikembangkan (sebagai penanda mulai ditajamkannya peran peradabannya kelak yang berbasis fitrah bakat).

Jika seorang anak terlihat “suka menata” sejak usia 8 bulan, maka akan terus demikian bahkan mungkin semakin menguat ketika berusia 88 tahun. Jika seorang anak terlihat “suka bersih bersih” sejak usia 8 bulan maka akan terus demikian bahkan semakin menguat ketika berusia 88 tahun.
Fitrah itu ibarat benih, tergantung kepada kita orangtua dan pendidik, mau diletakkan di tempat yang menumbuh suburkan benih itu atau mau menguburnya dalam dalam.

Fitrah bakat atau sifat bawaan ini pada akhirnya jika tumbuh sempurna akan merupakan peran seseorang, panggilan hidup seseorang, misi penciptaan seseorang, jalan sukses seseorang, misi spesifik tugas khalifahnya di muka bumi.

Namun sayangnya walau banyak orangtua mengakui demikian, dalam kenyataannya banyak orangtua dan pendidik yg tidak jujur dan bahkan tidak peduli serta tidak konsisten untuk mengembangkan potensi keunikan anak2nya ini.

Banyak lembaga yang menamakan dirinya sbg lembaga pendidikan, namun abai terhadap potensi fitrah bakat ini. Umumnya bakat hanya diletakkan dalam pandangan bakat dalam bidang seperti olahraga dll, lalu diberi sedikit ruang bernama ekstra kurikuler. Sementara inti utama pendidikan menurut mereka adalah skill dan knowledge (S.K).

Bayangkan ilustrasi ini, jika 1000 orang di beri pelatihan skill / keterampilan tentang autocad, photoshop dll lalu diceramahi pengetahuan/ knowledge ttg desain selama 1000 jam, maka yang mampu mendesain dengan bagus tetaplah hanya beberapa saja dari mereka yang memang benar benar berbakat desain.

Skill dan Knowledge tidak harus dikuasai semuanya, orang hebat bukanlah orang yg terampil dan mengetahui semua hal, orang hebat adalah orang yang fokus pada keunikan bakatnya lalu dilengkapi dengan skill dan knowledge pendukung yang relevan.

Abu Bakar ra mengatakan bahwa bukan aib bagi seseorang yang tidak mengetahui sesuatu yang tidak relevan dengan dirinya.

Paradigma bahwa Skill dan Knowledge harus utama adalah paradigma revolusi industri yang masih dibawa2 sampai saat ini, dimana anak2 kita digiring menjadi robot robot pekerja yang tidak perlu tahu keunikan bakatnya apa.

Dunia persekolahan masih memuja paradigma ini, mereka beranggapan semua anak sama dan wajib diajarkan semua pengetahuan. Yang paling hebat adalah yang paling banyak menguasai semuanya, walau tidak relevan terhadap bakatnya apalagi karakter personal dan lokalnya.

Lihatlah dunia kini mengalami krisis sumberdaya manusia, dimana 80% lebih orang bekerja tidak enjoy krn bekerja tanpa bakat mereka. Bahkan 87% mahasiswa Indonesia menurut riset 2014, salah jurusan.

Ketidaksesuaian bakat dan peran akan menyebabkan para professional itu tidak produktif, bahkan menyebabkan depresi dan berbagai konflik yang tidak perlu di tempat kerja.

Mari kita kenali bakat anak anak kita dengan sebaik baiknya, sebagai amanah Allah swt untuk menjaga dan menumbuhkan semua fitrah yang ada. Biarkan anak anak kita jujur menjadi dirinya sesuai sifat bawaannya, sebagaimana Allah menghendakinya demikian. Jangan pernah memaksa anak kita menjalani peran yang bukan dirinya, yang tidak sejalan dengan fitrah bakatnya, yang mengkhianati peran peradabannya.

Potensi Fitrah Bakat bukan hanya bakat pada bidang, yaitu terkait fisik yang dapat diamati, seperti olahraga, menari, memasak, dll tetapi juga bakat pada peran, yaitu yang terkait dengan peran spesifik seperti perancang, penata, pemimpin, pemikir, dsbnya yang akan dijalani anak anak kita sebagai peran khalifah di muka bumi.

Makin unik peran anak anak kita, makin eksis peran peradaban mereka. Makin seragam dan generik peran mereka, makin makin mudah digantikan oleh robot maupun orang lain.

Namun ingatlah bahwa bakat penting, namun bukan segalanya. Bakat tanpa keimanan akan menyebabkan kerusakan, namun ingat pula, bahwa keimanan tanpa peran bakat, maka akan sangat sedikit memberi manfaat bagi kehidupan.

Salam Pendidikan Peradaban
‪#‎pendidikanberbasispotensi
‪#‎pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Renungan Pendidikan #15

Ust. Harry Santosa

Pada galibnya anak anak kita kelak sepeninggal kita akan menghuni suatu zaman yang mungkin "beyond imagine", yang tidak pernah terbayangkan oleh kita akan seperti apa.

Saat ini saja, zaman ini sudah membuat kita, kebanyakan para orangtua tergagap gagap, tergopoh gopoh, terkejut kejut, terpana, terpesona dan sebagian lagi tergila2.

Kebanyakan kita, tanpa sadar, sudah merasa tak sanggup mendidik anak anak kita sendiri. Kita merasa zaman sudah terlalu edan atau kitanya yang sudah tenggelam dalam dunia yang membuat edan, sehingga melalaikan pendidikan anak anak kita.

Kita umumnya lebih suka menitipkan anak anak kita di lembaga, di asrama dll lalu merasa telah mendidik dengan alasan klasik bahwa kita tidak mampu mendidik sendiri.

Jika demikian, lalu apa yang kita tinggalkan untuk anak anak kita agar mereka mampu menjalani kehidupan sesuai misi penciptaannya di zaman yang akan datang itu kelak?

Meninggalkan harta warisan yang banyak? Meninggalkan ilmu yang banyak? Meninggalkan perusahaan yang banyak? Meninggalkan ilmu agama yang banyak?

Kita tentunya tidak ingin generasi sesudah kita, generasi yang mengikuti hawa nafsu dan meninggalkan sholat.

Sesungguhnya sebaik baik bekal adalah taqwa, ya... taqwalah yang akan kita bekalkan kepada mereka, anak anak kita, generasi masa depan. Lalu apa makna taqwa?

Sesungguhnya taqwa bukan hanya meninggalkan laranganNya tetapi yang terpenting adalah menjalankan perintahNya. Dosa melanggar perintahNya jauh lebih besar daripada dosa meninggalkan laranganNya. Dosa Iblis yang menolak perintah Allah untuk sujud pada Adam as, berakibat lebih hebat dan fatal daripada dosa Adam yang melanggar laranganNya.

Kemampuan menjalankan perintahNya adalah kemampuan menjalankan peran yang telah digariskanNya kepada setiap manusia yaitu untuk peran Ibadah (beribadah), untuk menjadi Imaroh (pemakmur bumi), untuk menjadi Imama (pemimpin para orang bertaqwa), dan menjadi Khalifah di muka bumi.

Tujuan peran ini secara personal adalah menebar rahmat dan pembawa berita gembira (solution maker) serta pembawa peringatan (warning notifier).

Secara komunal tujuan peran ini agar terbentuk komunitas/ummat yang menjadi model tebaik untuk bisa diteladankan (khoiru ummah) dan menjadi komunitas yang mampu melakukan peran integrator dan orkestrator (ummatan wasathon) bagi kebaikan kebaikan yang ada pada semua ummat.

Membekali taqwa adalah membekali anak anak kita kemampuan mengambil peran peradaban menurut alQuran seperti di atas, baik personal maupun komunal.

Peran peradaban adalah hasil resultansi dari fitrah fitrah personal anak kita (fitrah keimanan, fitrah belajar, fitrah bakat, fitrah perkembangan dstnya) dan fitrah komunal (fitrah alam, fitrah masyarakat, fitrah lokalitas dan budaya, fitrah zaman) yang dibangkitkan dan ditumbuhkan melalui sebuah katalis peradaban bernama pendidikan.

Maka kembalikanlah fitrah kesejatian kita para orangtua dan anak anak kita. Kembalikanlah kesejatian keluarga, kesejatian komunitas, kesejatian masyarakat, kesejatian alam, kesejatian belajar, kesejatian mendidik dan pendidikan dstnya.

Mari kita mulai pendidikan berbasis kesejatian fitrah ini di rumah rumah kita (home based education) dan juga di komunitas komunitas/jamaah kita (community based education), karena peradaban terbaik dimulai dari rumah dan dari komunitas yang melahirkan generasi dengan peran peran terbaik.

Semoga kita, keluarga2 dan komunitas2 dapat bersama2 bergandeng tangan, bershaf-shaf dengan rapi merajut peran peradaban terbaik untuk generasi peradaban terbaik untuk memperindah dan memuliakan zaman. Mari kita wujudkan melalui pendidikan berbasis fitrah menuju peran peradaban sebagaimana Allah swt kehendaki.

Salam Pendidikan Peradaban 
‪#‎pendidikanberbasispotensi
‪#‎pendidikanberbasisfitrah dan akhlak

Renungan Pendidikan #8

Ust. Harry Santosa

Islam itu sederhana, namun karena kesederhanaannya maka menjadi begitu rumit bagi banyak orang, begitu seorang ulama berkata. Islam adalah agama fitrah, tentu mudah dan ringan bagi mereka yang fitrahnya masih terjaga.

Kesederhanaan fitrah, tentu saja rumit bila berhadapan dengan obsesi dan hawa nafsu, bila berurusan dgn orang2 yang tidak yakin dgn fitrah atau ciptaan Allah.

Kesederhanaan fitrah juga njlimet bila dinasehatkan kpd mereka yg tidak besyukur atas karunia yg Allah berikan, bila bertemu dengan mereka yg tergesa2 dan merasa selalu kurang atas semua karunia dan ketentuan Allah itu.

Renungkanlah, bukankah Allah swt telah menginstal semua fitrah2 baik dalam diri anak2 kita?

Lihatlah, sejak fitrah keimanan, fitrah belajar, fitrah bakat, fitrah kepemimpinan, fitrah perkembangan sampai kpd fitrah2 yg ada di luar dirinya, semua diberikan Allah swt untuk bekalnya menjalani misi atau peran sbg khalifah, imaroh, imam dan beribadah.

Bukan hanya itu bahkan Allah swt telah mengilhamkan di dada para orangtua hikmah hikmah mendidik setiap hari. Memberikan peristiwa2 setiap hari utk disikapi dgn bijak dan digali hikmah2nya bersama anak2nya.

Tuhanku telah mendidikku maka menjadi baguslah akhlakku.

Mendidik anak dalam Islam pun sesungguhnya sederhana, kita hanya perlu menemani agar fitrah2 yg baik yang ada pada anak2 kita bisa dibangkitkan dan disadarkan secara alamiah, lewat imaji2 positif ttg Allah, ttg dirinya, ttg alamnya, ttg masyarakatnya dstnya. Lalu dilanjutkan dgn keteladanan dan pendampingan pd tahap berikutnya.

Sayangnya banyak orang yg ingin menjadi tuhan, merasa fitrah2 karunia Allah itu kurang, merasa fitrah itu terlalu sederhana, merasa anak2 kita makhluk lemah, ibarat kertas kosong yg perlu ditulisi sebanyak2nya, dibentuk semau2nya. Mereka membuat2 standar yg menyeragamkan pendidikan.

Banyak yg merasa bhw tiap anak tdk memiliki fitrah perkembangan, sehingga anak2 digegas dan dijejali sesuatu yg belum waktunya. Mereka mempercayai tahap emas hanya pd usia balita, padahal tiap tahap perkembangan usia adalah emas, sepanjang mengikuti sunnatullah. Bahkan Nabi saw semakin cemerlang pd puncak usianya ketika berusia 40 tahun.

Banyak yg merasa bhw tiap anak tdk memiliki fitrah belajar, sehingga anak dipaksa dan digegas belajar sehebat2nya utk sesuatu yg belum waktunya.

Misalnya, berapa banyak anak bayi yg diajarkan bahasa asing sebelum tuntas bahasa ibunya? Berapa banyak anak sekolah dasar yg dipacu olimpiade ini dan itu, padahal belajar bukanlah utk menguasai sebanyak2nya, namun utk semakin menjadi dirinya.

Banyak yg menyangka bhw tiap anak tdk punya bakat apapun, pdhl dengan gamblang melihat bhw tiap anak punya sifat bawaan yg unik. Mereka menggegas anak2nya sesuai cetakan yg dibuatnya dengan formula 10000 jam latihan keras, maka jadilah sesuai cetakannya. Ibarat monyet sirkus, yg dilatih untuk pertunjukkan semau pelatihnya.

Padahal bakat anak adalah fitrah, itulah panggilan hidupnya, peran peradabannya, peran spesifiknya sbg khalifah di muka bumi yg kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

Banyak yg mengira, tiap anak tdk lahir bersama fitrah keimanannya. Mereka mendoktrin keimanan bagai orang mengajarkan pengetahuan. Padahal keimanan bukan pengetahuan, namun kesadaran yang tumbuh dari dalam, pengetahuan hanya membantu meneranginya. Berapa banyak orang yg banyak tahu agama namun tdk tumbuh kesadarannya dan tdk tercerahkan.

Mari Ayah Bunda, mari para pendidik peradaban, kita bangun pendidikan berbasis fitrah, pendidikan yg membangkitkan kesadaran fitrah anak2 kita. Agar anak2 kita tumbuh sesuai fitrahnya, sesuai apa yang Allah kehendaki.

Tiada yg berubah dari fitrah Allah, kecuali disimpangkan dan dikubur dalam dalam. Bagi yg menyimpangkan fitrah itu maka akan mendapat bukan yg lebih baik, namun justru keburukan. Kita tidak membutuhkan kurikulum apapun kecuali peta jalan dan frame pendidikan berbasis fitrah anak.

Mari kita temani anak2 kita menjaga dan menumbuhkan fitrah mereka, agar kita mampu mempertanggungjawabkan fitrah2 baik itu di hadapan Allah kelak. Kita bukanlah yang menciptakan mereka, tetapi Allahlah Yang Menciptakan mereka. Berhentilah berobsesi dan berhentilah menjadi tuhan.

Bukankah fitrah itu adalah kesejatian? maka pendidikan sejati adalah pendidikan berbasis fitrah.

Salam Pendidikan Peradaban,




#‎pendidikanberbasispotensi dan akhlak
‪#‎pendidkanberbasisfitrah
‪#‎gradasisaga

Renungan Pendidikan #7


Ust. Harry Santosa

"Baity Jannati", Rumahku Syurgaku, begitu Rasulullah saw menginspirasi kita utk membangun imajinasi positif ttg rumah kita. Bukan rumah dalam makna fisik namun rumah dalam makna bathin dan makna langit.

Imaji positif ttg rumah kita, sungguh akan melahirkan kesan dan persepsi positif. Dan kesan dan persepsi positif akan memunculkan pensikapan positif terhadap kehidupan dan dunia kita. Sebaliknya, luka persepsi akan melahirkan pensikapan yg buruk.

Begitulah anak2 kita, dunia di mata mereka adalah bagaimana mereka mempersepsikan rumah mereka, mempersepsikan ayah mereka, mempersepsikan ibu mereka, dan semua yang ada di dalam rumah.

Anak2 yg mudah marah, kasar pd sesama adalah karena banyak kemarahan dan kekasaran dalam rumah mereka, anak2 yg penuh cinta pd sesama adalah anak2 yg rumahnya dipenuhi cinta. Anak2 yg mudah membuang sampah di jalan, tidak memelihara diri dari najis adalah mereka yg rumahnya juga demikian.

Rumah adalah taman dan gerbang peradaban yang mengantar anak2 kita menuju peran peradabannya dengan semulia akhlak. Bila rumahnya baik maka secara kolektif baiklah peradabannya kelak. Sebaik baik kalian di dunia nyata adalah yang paling baik terhadap keluarga dan rumah tangganya.

Bila lahir banyak orang2 terbaik bagi rumah tangganya, maka akan semakin baik dunia kita. Bila dunia kini suram, kumuh, kotor, palsu, keindahan imitasi dan semu, barangkali begitupula potret kebanyakan rumah tangga kita.

Bila dunia dan sosmed penuh fitnah dan kebencian, maka dipastikan fitnah dan kebencian ada di rumah rumah mereka. Bila tidak ada asah, asih dan asuh dalam kehidupan sosial di luar rumah, maka dipastikan rumah2 kita sepi dari asah, asih dan asuh.

Neraka dunia dan neraka akhirat, sungguh dimulai dari neraka rumah secara kolektif. Syurga dunia dan syurga akhirat, juga sungguh dimulai dari syurga rumah secara kolektif.

Syurga adalah sebuah taman yg indah, begitulah Rumah yg dikiaskan Rasulullah SAW dengan Syurgaku. Maka rumah kita semestinya adalah bagai taman yang indah dan penuh cinta.

Lalu bayangkan sebuah taman adalah sebuah tempat beraneka warna bunga yg tumbuh. Maka anak2 kita adalah bunga bunga indah peradaban yang bentuk, warna keharuman, kelopak, tangkainya adalah unik. Dan tiada kata yg bisa melukiskan imaji sebuah bunga kecuali cinta dan ketulusannya.

Maka jadilah petani2 bunga di taman, yg menyemai, memelihara fitrah bunga2 itu dgn penuh cinta serta keikhlashan, rileks dan konsisten, ithminan dan istiqomah, sesuai potensi2 fitrah yg ada. Petani taman bunga bukanlah petani perkebunan yg menyeragamkan dan menggegas produksi namun merusak tanah dan tanaman dalam jangka panjang.

Bila peradaban adalah taman besar kehidupan tempat berbagai bangsa, berbagai budaya, berbagai kearifan2 dan agama, berbagai keanekaragaman hayati, berbagai warna kulit dan bahasa dsnya yg ditakdirkan Allah hidup di atasnya. Maka rumah kita sesungguhnya adalah adalah sebuah miniatur peradaban.

Maka camkan baik baik bahwa peradaban dunia dimulai dari peradaban rumah kita. Dan peradaban rumah kita dimulai dari pendidikan peradaban anak2 kita. Dan peradaban yang kita buat hari ini adalah peradaban yg kita siapkan untuk anak cucu kita kelak.

Jangan sampai doa2 dan kebaikan2 anak cucu kita terputus krn kita mempersiapkan peradaban yg buruk untuk mereka, krn kita lalai menjalankan pendidikan peradaban di rumah rumah kita.




Salam Pendidikan Peradaban
‪#‎pendidikanberbasispotensi dan akhlak